Saturday, November 17, 2018

Frankenstein Terinspirasi dari Eksperimen Aneh Ini


Pada tanggal 17 bulan Januari tahun 1803, seorang narapidana muda di Kota Newgate, London, bernama George Forster digantung karena kasus pembunuhan. Seperti yang sering terjadi, tubuhnya dibawa keliling seluruh kota ke Royal College of Surgeons, yang kemudian akan dipertontonkan pada publik.

Apa yang sebenarnya terjadi agak lebih mengejutkan. Mengutip laman Livescience, Mayat Forster akan dialiri arus listrik oleh seorang ilmuan bernama Giovanni Aldini, keponakan Luigi Galvani, yang menemukan "hewan listrik" pada tahun 1780.

Surat kabar The Times melaporkan bahwa, pada pengaplikasian eksperimen itu, pertama dari proses pengaliran listrik ke wajah. Rahang Forster pun mulai bergetar. Kemudian otot-otot yang berdampingan menujukan kerutan, dan satu mata benar-benar terbuka.

Pada bagian selanjutnya dari proses itu, Aldini meletakan listrik ke tangan Forster, dan tangan menunjukan reaksinya di mana tangam kanan terangkat dan dikepal, setalah itu kaki dan paha mulai bergerak. Para penonton yang kala itu melihat seolah-olah pria malang itu (Forster) sedang dalam perjalanan untuk hidup kembali.

Pada 1730, ilmuan Inggris Stephen Gray mendemonstrasikan prinsip konduktivitas listrik pada seorang anak laki-laki yang dibentangkan di udara dengan tali sutra, dan menempatkan tabung bermuatan positif di dekat kaki anak itu untuk menciptakan muatan negatif di dalamnya.

Berkat isolasi listriknya, Gray menciptakan muatan positif di ekstremitas pada anak itu, pada ekperimennya itu menyebabkan daun emas dapat menggerakan ke bagian jari-jarinya.

Selain itu di Prancis, pada tahun 1746, Jean Antoine Nollet menghibur istana di Versailles yang menyebabkan menyebabkan sebuah 180 penjaga kerajaan melompat secara bersamaan ketika muatan dari botol Leyden (alat penyimpanan listrik) melewati tubuh mereka.

Ilmuan lain yang mengammbil teori Galvani Aldini Johannes Ritter. Di mana ia melakukan eksperimen listrik pada dirinya sendiri untuk mengeksplorasi bagaimana listrik mempengaruhi sensasi. Atas penelitian-penelitian itu, gagasan bahwa listrik benar-benar merupakan barang hidup dan mungkin digunakan untuk membawa kembali orang mati, membawa ide dan mengakrabi kepala Mary Wollstonecraft Shelley muda, si penulis novel Frankenstein.

Pengetahuan yang Berkaitan dengan Masa Depan Saat Ini

Eksperimen Giovanni Aldini dengan orang mati menarik banyak perhatian. Beberapa komentator mengolok-olok gagasan bahwa listrik dapat memulihkan kehidupan. Orang-orang menertawakan pemikiran Aldini.

Di balik olok-olokan itu, ada yang mengambil gagasan Aldini dengan sangat serius. Dosen Charles Wilkinson, yang membantu Aldini dalam eksperimennya, berpendapat bahwa galvanisme adalah "sebuah prinsip yang memberi energi, yang membentuk garis pembedaan antara materi dan roh, yang membentuk dalam rantai besar penciptaan, hubungan antara substansi korporeal dan esensi dari daya hidup."

Pada tahun 1814, ahli bedah Inggris John Abernethy membuat semacam klaim yang sama dalam workshop tahunan Hunterian di Royal College of Surgeons. Kuliahnya memicu perdebatan sengit dengan sesama ahli bedah William Lawrence. Abernethy mengklaim bahwa listrik adalah (atau seperti) kekuatan vital. Sementara Lawrence menyangkal hal tersebut.

Pada saat Frankenstein diterbitkan pada 1818, para pembacanya pasti sudah akrab dengan gagasan bahwa kehidupan dapat diciptakan atau dipulihkan dengan listrik. Hanya beberapa bulan setelah buku itu muncul, ahli kimia Skotlandia Andrew Ure melakukan eksperimen listriknya sendiri di tubuh Matthew Clydesdale, yang telah dieksekusi karena pembunuhan.

Ketika orang mati itu dialiri listrik, Ure menulis, "setiap otot di wajahnya menarik mengerut, dan hasilnya begitu menakutkan. Karena kemarahan, kengerian, keputusasaan, kesedihan, dan senyuman yang mengerikan, semuanya menyatu dalam satu ekspresi pada wajah si pembunuh itu."

Photo by SunOfErat on Wikipedia

Ure melaporkan bahwa eksperimen itu sangat mengerikan sehingga beberapa orang yang menonton dipaksa meninggalkan temapatnya, nbahkan ada seorang pria yang pingsan setelah melihat eksperimennya.

Atas percobannya itu, menarik beberapa kesimpulan untuk berspekulasi tentang sejauh mana Ure memiliki novel-novel Mary Shelley dalam pikiran saat ia melakukan eksperimennya. Catatannya sendiri tentang mereka tentu saja ditulis dengan sengaja untuk menyorot elemen mereka yang lebih mengerikan.

Frankenstein mungkin tampak seperti fantasi bagi mata modern, tetapi bagi penulisnya dan pembaca aslinya tidak ada yang fantastis tentang hal itu. Sama seperti semua orang tahu tentang kecerdasan buatan sekarang, jadi pembaca Shelley tahu tentang kemungkinan kehidupan listrik. Dan seperti halnya kecerdasan buatan (AI) yang memunculkan berbagai tanggapan dan argumen sekarang, begitu pula prospek kehidupan listrik - dan novel Shelley setelahnya.

Ilmu di balik Frankenstein mengingatkan banyak orang bahwa perdebatan saat ini memiliki sejarah panjang, dan dalam banyak hal, istilah perdebatan sekarang ditentukan olehnya. Selama abad ke-19 orang mulai berpikir tentang masa depan sebagai negara yang berbeda, yang terbuat dari sains dan teknologi.

Novel seperti Frankenstein, di mana penulis membuat masa depan mereka dari bahan-bahan masa kini, adalah elemen penting dalam cara berpikir baru tentang hari esok. Memikirkan tentang sains yang membuat Frankenstein tampak begitu nyata pada tahun 1818 mungkin membantu orang-orang mempertimbangkan lebih hati-hati cara berpikir sekarang tentang kemungkinan dan bahayanya masa depan manusia saat ini.

Lihat juga keindahan Indonesia melalui video di bawah ini

Demokrasi dengan Pembantaian di Lapangan Tiananmen


Pembantaian di lapangan Tiananmen menjadi peristiwa yang tidak akan pernah dilupakan oleh rakyat Cina, dan selalu dikenang sebagai kenangan pahit dalam proses perubahan negara tersebut.

Sejak pertengahan April hingga awal Juni 1989, Kota Beijing diguncang oleh serangkaian demonstrasi yang dilakukan oleh kelompok-kelompok oposisi. Mereka memilih lapangan Tiananmen sebagai panggung utama untuk menyuarakan aksinya.

Partai Komunis Cina yang Turut Andil di Lapangan Tiananmen

Kelompok oposisi yang diinisiasi oleh para mahasiswa berkumpul di sana, dengan kekuatan sangat besar. Aksi mereka adalah reaksi terhadap pelengseran Hu Yaobang, sekjen Partai Komunis Cina, karena dianggap membahayakan pemerintah.

Ditambah, saat itu Cina sedang dalam kondisi tidak stabil akibat krisis ekonomi dan kasus korupsi yang merajalela di pemerintahan. Alasan tersebut dirasa cukup oleh kelompok oposisi memantapkan gerakannya melakukan serangkaian demonstrasi.

Di lapangan Tiananmen, para mahasiswa menyerukan tuntutan-tuntutannya terhadap demokrasi di Cina. Suasana semakin keruh ketika 50.000 mahasiswa turun ke jalan, meneriakkan kebebasan pers dan dialog terbuka dengan pemerintah pada 27 April 1989.

Hari demi hari, aksi demonstrasi yang digagas para mahasiswa menjadi tidak terkendali. Pemerintah mulai tertekan oleh serangkaian aksi demonstrasi besar itu. Bagi pemerintah, tak ada jalan lain menghentikan demonstrasi, kecuali menggunakan cara yang terbilang sadis.

Pada 20 Mei 1989, pemerintah mengumumkan status darurat, dan Tentara Pembebasan Rakyat (TPR) dikerahkan untuk menguasai keadaan di Beijing. Namun status darurat itu hanya sesaat, pemerintah tidak mampu berbuat banyak meredakan aksi demonstrasi yang semakin meluap.

Di tengah-tengah kekisruhan tersebut, para pemimpin komunis menggelar pertemuan, membahas mengenai situasi yang sedang terjadi. Saat itulah disepakati bahwa demonstrasi harus dihentikan menggunakan kekuatan militer.

Beijing berada pada situasi perang, warga di sana mulai mengungsi karena kondisi tidak lagi kondusif. Tentara dan tank-tank brigade 27 dan 28 dari TPR diterjunkan untuk menggentarkan para mahasiswa.

Bukannya mundur, ribuan mahasiswa justru menyerang pasukan militer. Di sinilah awal mula pembantaian massal pecah. Dengan segala kelengkapannya, pasukan militer berhasil menguasai lapangan Tiananmen, tempat ribuan demonstran berkumpul.

Terjadi aksi saling serang hingga banyak korban yang jatuh, terutama dari kelompok oposisi. Beberapa sumber menyatakan bahwa jumlah korban tewas dalam insiden penyerangan itu sekitar 3.000 mahasiswa. Tetapi ada pula yang menyebut, korban tewas mencapai 7.000 mahasiswa.

Selama peristiwa di Tiananmen, pasukan militer dengan leluasa menembaki para demonstran, sampai lapangan tersebut dipenuhi oleh darah dan tumpukan mayat.

Jangan lupa tonton juga keindahan alam negeri kita, Indonesia tercinta dalam video di bawah ini

Tentang Bung Tomo dan Pertempuran di Surabaya

Bung Tomo di Surabaya

Apa yang ada di benak Kamu saat ditanya tentang pertempuran di Surabaya? Sebagian besar mungkin akan menjawab pidato Bung Tomo yang berapi-api, atau tewasnya Jenderal Mallaby di tangan arek-arek Suroboyo.

Tapi banyak yang lupa bahwa pertempuran di Surabaya bukan menyoal dua hal itu saja. Masih ada cerita lain di dalamnya. Seperti keterlibatan warga Tionghoa dan cerita sebagian laskar yang belum fasih memegang senjata.

Tentang "The Untold Story" yang Ada di Surabaya

Lebih lanjut, inilah the untold story tentang pertempuran di Surabaya pada 10 November 1945.

1. Pertempuran di Surabaya menjadi salah satu pertempuran yang paling tidak ingin diingat oleh Pasukan Sekutu, terlebih Inggris. Betapa tidak, di Kota Pahlawan inilah, pasukan elite Inggris dipaksa mengibarkan bendera putih dan meminta perang dihentikan.

2. Korban pertempuran berjumlah sekitar 20 ribu di pihak Indonesia dan 1.500 di pihak sekutu. Angka pastinya belum diketahui hingga sekarang.

3. Inggris tidak hanya kehilangan satu, tapi dua jenderal. Yaitu Brigadier General Aubertin Walther Sother (AWS) Mallaby dan Brigadier General Robert Guy Loder Symonds.

4. Tewasnya Mallaby disebabkan oleh salah paham. Dalam sebuah sosialisasi gencatan senjata, Mallaby menaiki mobil Buick milik Residen Surabaya, Sudirman.

Tanpa sepengetahuannya, tiba-tiba sebuah granat melayang dan mengenai mobil tersebut. Mallaby tewas seketika. Tapi ada versi lain yang menyebut ia tewas ditembak di tempat dari jarak dekat.

5. Jika Bung Tomo menggunakan radio untuk membangkitkan semangat arek Suroboyo, seorang wanita muda Tionghoa, melalui radio yang dikelola komunitas Tionghoa setempat, berpidato menggunakan bahasa Inggris, meminta bantuan kepada Pemerintah Republik Cina agar membantu rakyat Surabaya.

6. Selain Tentara Keamanan Rakyat, tentara Hizbullah, dan Sabilillah, pertempuran ini juga melibatkan TKR Chunking yang terdiri atas warga Tionghoa di Surabaya.

7. Dalam sebuah orasinya, alih-alih mengutuk, Cak Mus justru memuji tentara NICA dan Sekutu. Bunyi orasinya adalah: “NICA, NICA, NICA, jangan mendarat. Inggris, kamu jangan mendarat. Kalian tahu aturan Inggris, kalian pintar, sudah sekolah tinggi. Kalian tahu aturan, jangan mendarat!”.

8. Guna melawan tentara Sekutu, Bung Tomo dan pemuda lainnya aktif melobi Jepang agar mereka mau menyerahkan senjata. Tapi seorang bekas tentara Jepang enggan menyerahkan bayonetnya. Baginya, bayonet itu sangat penting.

Bayonet itu biasa ia pakai memasak. Tidak mau kehilangan akal, Bung Tomo menyuruh salah seorang pemuda mencari sebilah pisau dan ditukarkan dengan bayonet tersebut.

9. Bung Tomo justru ditawan oleh laskar ketika pertempuran di Surabaya pecah. Usut punya usut, penawanan itu adalah instruksi dari Cak Mus alias dr. Mustopo, Pemimpin Markas Besar Tentara Jawa Timur, demi melindungi Bung Tomo yang dianggap sebagai orang penting.

10. Banyak pemuda dari laskar-laskar di Surabaya belum tahu cara melempar granat. Mereka tidak paham kalau sebelum dilempar, granat harus dicabut picunya terlebih dahulu. Gambaran ini pernah disinggung sekilas oleh Imam Tantowi dalam filmnya Merdeka atau Mati: Soerabaia 45.

Tonton juga keindahan alam Indonesia dalam video di bawah ini